Kaidah ke4
Berkata Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab) rahimahullah:
“Kaidah yang keempat: Bahwa kaum musyrikin pada zaman kita ini lebih besar kesyirikannya dari pada (kaum musyrikin) terdahulu, karena (kaum musyrikin) dahulu berbuat syirik (ketika) keadaan senang dan mereka ikhlas dalam keadaan susah. Sementara kaum musyrikin zaman kita, kesyirikan mereka terus-menerus dalam keadaan senang maupun susah, dan dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedarat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al Ankabut: 65)
SYARAH:
Kaidah keempat dan terakhir: Bahwa kaum musyrikin pada zaman kita ini lebih besar kesyirikannya dari pada (kaum musyrikin) terdahulu yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam diuitus kepada mereka.
Adapun sebabnya telah jelas, Allah subhanah wa ta’ala mengabarkan bahwa kaum musyrikin terdahulu ikhlas kepada Allah subhanahu wa ta’ala ketika mengalami kesusahan dan tidak berdoa kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, karena mereka tahu tidak ada yang dapat melepaskan seseorang dari kesusahan kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, sebagaimana dinyatakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala:
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya dilautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkanmu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (Al Isra’: 67)
Dalam ayat yang lain:
“Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikanketaatan kepada-Nya”; yaitu mengikhlaskan doa pada-Nya.”(Al Ankabut: 76)
“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus.” (Luqman: 32)
Dan dalam ayat yang lain:
“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (Al Ankabut: 65)
Orang-orang musyrikin terdahulu berbuat syirik (ketika) mereka dalam keadaan senang. Mereka berdoa kepada berhala, batu-batu dan pohon-pohon. Adapun ketika terjatuh dalam kesusahan dan hampir mengalami kehancuran, mereka tidak berdoa kepada berhala, tidak pada pohon, tidak pula pada batu dan mahluk apapun –mereka- hanya berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja. Maka, jika tidak ada yang dapat melepaskan seseorang dari kesusahan kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, bagaimana berdoa kepada selain-Nya dalam keadaan senang???
Sementara kaum musyrikin pada zaman sekarang yakni orang-orang mutaakhirin yang melakukan kesyirikan dari umat Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam ini, sesunggunya kesyirikan mereka terus –menerus baik dalam keadaan senang maupun susah. (Ketika senang) mereka tidak mengikhlaskannya untuk Allah subhanahu wa ta’ala tidak pula dalam keadaan susah. Bahkan tatkala bertambah kesusahan mereka, bertambah pula kesyirikan dan panggilan mereka kepada Hasan, Husain, Abdul Qadir, Rifa’i serta selain itu, dan ini adalah perkara yang telah diketahui. Disebutkan pula oleh mereka terjadinya keajaiban dilautan, bahwa ketika mengalami perkara yang susah mereka memanggil nama-nama para wali dan orang-orang shalih serta beristighotsah kepada mereka, karena para da’i kebathilan dan kesesatan berkata kepada mereka: “Kami menyelamatkan kalian dari lautan, maka jika kalian tertimpa sesuatu panggillah nama-nama kami, kami akan menyelamatkan kalian.” Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari syaikh-syaikh Tariqat Sufiyyah. Jika kalian mau, bacalah “Thabaqat Sya’rani”, maka didalamnya akan terdapat (cerita-cerita) yang membuat gemetar kulit-kulit tentang apa yang dinamakan karamahnya para wali, bahwa mereka menyelamatkan dari lautan. Tangan mereka menjulur kelautan dan membawa kapal semuanya lalu mengeluarkannya ke darat sementara tidak basah lengan-lengannya, dan selain itu dari kebathilan dan khurafat mereka. Maka mereka terus-menerus melakukan kesyirikan baik dalam keadaan senang maupun susah, bahkan kesyirikan mereka lebih besar dibanding kaum musyrikin terdahulu.
Dan juga sebagaimana dikatakan oleh Syaikh (Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) dalam kitab “Kasyfu Syubhat”; “Sisi yang lain, bahwasanya kaum musyrikin dahulu menyembah orang-orang shalih dari kalangan malaikat, para nabi dan para wali –sedangkan (kaum musyrikin sekarang)- mereka menyembah manusia yang paling jahat, dalam keadaan mereka mengetahui hal itu. (Mereka menyembah) orang yang mereka namakan Al Aqthab dan Al Aghwaats, padahal mereka itu tidak shalat, tidak berpuasa, serta tidak menjaga diri dari zina, liwath (homo sex) dan perbuatan keji (lainnya). Karena –menurut persangkaan mereka- (Al Aqthab dan Al Aghwaats) tidaklah memiliki taklif (beban syariat), sehingga tidak ada (baca: tidak berlaku) halal dan haram bagi mereka, karena halal dan haram hanyalah untuk orang awam. Mereka mengetahui bahwa peminpin mereka tidak shalat, tidak berpuasa, dan tidak menjaga diri dari perbuatan keji, namun bersamaan dengan itu mereka menyembahnya. Bahkan mereka menyembah manusia yang paling keji: seperti Al Hallaj, Ibnu Arabi, Rifa’i, Badawi dan selain mereka.
Syaikh rahimahullah membawakan dalil bahwa musyrikin mutaakhirin (zaman ini) lebih besar dan lebih keras kesyirikannya dari pada (musyrikin) terdahulu, karena (musyrikin) dahulu mereka ikhlas (kepada Allah subhanahu wa ta’ala) dalam keadaan susah dan berbuat syirik dalam keadaan senang, beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendo’a kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (Al Ankabut: 65)
Mudah-mudahan shalawat dan salam Allah subhanahu wa ta’ala atas Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, keluarga serta seluruh sahabatnya.
Tags:
Aqidah